image1 image2 image3 image4 image5 image6

EVERY NEW DAY IS ANOTHER CHANCE|ANOTHER CHANCE TO #CHANGE|#CHANGE IS NEVER EVER EASY|YOU FIGHT TO HOLD ON|AND YOU FIGHT TO LET GO|PROGRESS IS IMPOSSIBLE|WITHOUT #CHANGE|WE NEED WE WANT WE HAVE TO #CHANGE|BETTER #CHANGE JUST START

Catatan Nostalgia : Saya, Islam dan Indonesia.

Oleh :
 Muhammad Nabil Satria Faradis

            Saya sebagai generasi muda Islam-Indonesia, yang saat ini menuntut ilmu di Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Univesitas Gajah Mada Yogyakarta, secara moral dituntuk untuk turut andil dalam memajukan agama dan masa depan Bangsa Indonesia.  Pelajaran kehidupan yang didapat dari orang tua, lingkungan sekolah, mulai dari Madrsah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Malang I sampai  Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Insan Cedekia bertaraf Internasional di Serpong (yang dididikan oleh BJ Habibi), telah menenpa diri saya untuk menjadi generasi muda yang mempunyai visi, prestasi, mandiri, dan islami.[1]  Hadis Nabi “Khairunnâs Anfa’uhum lin nâs”, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia (lain), adalah doktrin yang juga sering saya dapatkan, selain harus mempunyai optimisme dan kepercayaan diri dalam menghadapi masa depan.
Pengalaman hidup diatas membuat saya berkeyakinan bahwa:  Keyakinan diri dan kemapuan kita menghadapi masa depan sangat tergantung pada diri kita dan bagaimana cara berfikir kita. Jika agama Islam mengajarkan bahwa Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga mereka mengubah apa  yang ada dalam diri mereka (Mâ bi anfusihim).[2]  Tafsir ayat ini menurut Nurcholis Madjid, seorang cendekiawan muslim Indonesia yang sangat populer, adalah perubahan nasib sangat bergantung kepada perubahan dan cara berfikir tadi.  Sebab cara berfikir merupakan salah satu yang paling penting dalam kehidupan kita.
Kalau kita berbicara tentang cara berfikir, maka perhatian kita tentunya kepada sumber daya manusia (SDM).  Semula orang mengira bahwa negara yang mempunyai sumber daya alam (SDA) yang besar (seperti Indonesia) merupakan jaminan kemakmuran bagi rakyatnya.  Tetapi kenyataan berbicara lain, negara-negara yang minim SDA ternyata mampu memberikan kesejahteraan lebih bagi rakyatnya, misalnya Jepang, korea Selatan, Taiwan, Hongkong, Singapura dan lain-lain, kerena mereka mempunyai  SDM yang berkualitas unggul, dalam arti tarap pendidikan yang baik.  Dari sini dapat disimpulkan bawa faktor manusia akan jauh lebih menentukan dibandingkan dengan sumber daya alam.  Oleh karena itu segi pendidikan terutama pendidikan keterampilan, pembinaan SDM unggul yang mengintegrasikan antara ilmu dan agama sangat diperlukan.[3] Yang pada akhirnya akan melahirkan generasi muda yang mempunyai  kreatifitas, kemandirian dan etos ilmiah Islam.
Etos ilmiah Islam yang menjadi pangkal etos ilmiah modern sekarang ini. Dasar dari etor ilmiah islam, saya mengambil dari wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad : Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Menciptakan (Iqra! Bismi Rabbikalladzii Kholaq)[4].  Bacalah, tidak harus membaca secara lahiriah, tetapi juga berawal dari sikap-sikap memperhatikan dan mepelajari dari alam sekeliling kita, baik alam raya dan luar angkasa (seperti yang pernah saya pelajari waktu mengikti pelatnas Astronomi di ITB Bandung), maupun alam kecil seperti manusia dan kehidupannya. Namum berbeda dengan etos ilmiah Barat, etos ilmiah Islam bertolak dari rasa keimanan dan taqwa (Bismi Rabbika – Dengan (menyebut) nama Tuhanmu) , kemudian membimbing dan mendorong orang ke arak tingkat keimanan dan takwa yang lebih tinggi dan mendalam.  Inilah yang dikehendaki oleh al-Qur’an yang mendorong pemeluknya untuk memperhatikan alam sekelilingnya. Maka para ilmuan Islam, intelektual Islam yang kenal dengan sebutan “ulama” adalah kelompok masyarakat yang paling mampu menjalankan keimanan, ketaktawaan dan berakhlah mulia.  Saya kira inilah maksud ayat suci “ Innama yakhsyallaha min ‘ibadihil ‘ulama[5]  yang artinya: ‘Sesungguhnya yang benar-benar takwa kepada Allah dari kalangan hamba-nya ialah para ulama (ilmuan atau intlektual).
Berdasarkan hal di atas, maka pembinaan SDM dan pengembangan etos keilmuan di negeri tercinta Indonesia ini dapat mengacu sepenuhnya kepada etos keilmuan yang diajarkan Islam yang telah dibuktikan dalam sejarahnya yang panjang (perlu diingat bahwa masa kejayaan Islam dahulu masih dua-tiga kali lipat lebih panjang dari pada kejayaan Barat modern sekarang ini).  Oleh karena itu,menurut dinamika etos keilmuan Islam, untuk membuat kita mampu menghadapi tantangan zaman dan meresponnya, kita harus mampu dengan cermat dan cekatan mempelajari gejala alam, dan perkembangan sosial yang terjadi.  Amin Ya Rabbal ‘Alamin.
***
Yogyakarta, Juni 2013
*essay yang saya buat untuk mendapat beasiswa Lembaga Pendidikan Insani

Behind the story:
LPI adalah hal paling indah yang saya dapat selama kuliah. LPI sudah mengenalkan saya pada banyak kakak-kakak dan teman-teman yang luar biasa, membimbing saya dibelantara kuliah ini, keluarga saya yang paling dekat, teman kamar - project - diskusi - belajar yang asik. LPI memperkuat pondasi keislaman saya dengan kajian-kajian, kegiatan, mengurus masjid, hingga mental dakwah yang dibangun. Terimakasih banyak.



[1] “Prestasi, Mandiri, dan Islami” adalah motto MAN Insan Cendikia yang terpampang dimana-mana, terutama yang pintu gerbang tepahat begitu besar.
[2](QS. Ar-Ra’d [13] : 11)


[3] Lembaga Pendidikan Insani, dalam merekrut Sumber Daya Insani yang unggul, untuk digembleng menjadi generasi muda Islam-Indonesia yang mandiri dan berkarakter, perlu dicontoh oleh lembaga-lembaga lain, untuk menyongsong Indonesia gemilang.
(Q.S. Al-Alaq [96] :1) [4]
[5] š   (. (QS. Al-Fathir [35] : 28

Share this:

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment