image1 image2 image3 image4 image5 image6

EVERY NEW DAY IS ANOTHER CHANCE|ANOTHER CHANCE TO #CHANGE|#CHANGE IS NEVER EVER EASY|YOU FIGHT TO HOLD ON|AND YOU FIGHT TO LET GO|PROGRESS IS IMPOSSIBLE|WITHOUT #CHANGE|WE NEED WE WANT WE HAVE TO #CHANGE|BETTER #CHANGE JUST START

#menyapaSugapa Perjuangan 4 : Setitik Cahaya di Langit Malam Sugapa

Prolog
Bulan Agustus-September ditahun 2015 akan selalu berbeda dari bulan-bulan lain yang pernah saya lalui dalam hidup ini. Dua bulan ini akan menjadi salah satu bulan yang paling berkesan dalam hidup saya. Bersama dengan dua puluh lima orang mahasiswa berbagai fakultas di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, kami bertolak untuk memulai pengabdian di akhir tugas studi kami, untuk bertemu teman-teman dan saudara setanah air yang berada di ujung timur Indonesia, Kabupaten Intan Jaya.
Kabupaten Intan Jaya, sebuah kabupaten indah yang terletak di punggung Pegunungan Jayawijaya. Di Kabupaten inilah puncak tertinggi Pegunungan Jayawijaya, Puncak Cartensz, bertengger dengan salju abadinya yang gagah. Kabupaten ini dibagi kedalam lima distrik; Agisiga, Biandoga, Hitadipa, Homeyo, Sugapa dan Wandai. Karena KKN difokuskan pada satu distrik, fokus kami adalah Distrik Sugapa.
Ketika matahari mulai terbenam, maka cerita saya akan segera dimulai. Cerita ini akan menjelaskan tentang kondisi kelistrikan di tempat kami KKN.

Gambar 1. Susasana matahari terbenam di penginapan kami, Sugapa (Sumber : Dokumentasi Tim)

Malam Pertama di Sugapa
Mungkin kita yang hidup di kota besar, tidak pernah pusing dengan permasalahan listrik. Bagi teman-teman di Intan Jaya, listrik adalah barang mewah nan sulit didapat. Ya, karena posisi geografis kabupaten ini yang sulit diakses, membuat infrastruktur dan aliran listrik dari PLN belum sampai di Kabupaten Intan Jaya. Bisa dibayangkan, pada malam hari, sebagian besar rumah temaram dalam gelap. Sayup-sayup saya hanya melihat kobaran api dari perapian menemani dinginnya malam di Sugapa.
Pada malam pertama disana saya bertanya kepada salah satu adik yang kebetulan main ke penginapan kami hingga agak malam.
Saya : “Adik, langit di luar su gelap. Tidak kah kau ingin pulang adik?”
Adik : “Iya kaka, sebentar lagi sa pulang ke sa pu rumah.”
Saya : “Tidakkah, langit gelap diluar. Ko punya senterkah?”
Adik : “Sa tra punya jadi.”
Saya : “Ko lihat jalan itu pakai apa kah?”
Adik : “Itu sudah kaka, sa pakai rembulan.”
Saya : “Serius dik!? (sebenarnya keadaan di luar benar benar gelap). Ko di Honai pakai apa jadi, kalau ko mau belajar malam-malam?”
Adik : “Sa pakai itu api kakak.”
Saya : “Api unggun maksudnya.”
Adik : “Iyo.”
Takut menahannya terlalu lama, kemudian saya menyuruhnya pulang. Di sini sa berarti saya, ko berarti kamu, tra berarti tidak dan pu berarti punya *dialek Indonesia Timur.
Honai adalah rumah adat khas papua, terdiri dari bilah kayu yang disusun dengan rumbai-rumbai ilalang diatasnya. Didalamnya terdapat perapian sederhana untuk memasak, menghangatkan diri, dan penerang pada malam hari.
Itulah sekelumit percakapan saya dimalam pertama kami menginjakkan kaki di tanah Sugapa. Aksesibilitas listrik disini sangat minim. Jangankan untuk mengecharge hp dan laptop, untuk lampu yang menyala saja masih banyak yang belum bisa mengakses. Karena belum ada listrik yang masuk dari PLN, maka pengadaan listrik dilakukan dengan usaha dari Pemerintah Daerah dan swadaya oleh masyarakat. Tetapi tetap saja, hal ini masih belum mampu untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama yang tinggal di dalam Honai dan yang berada di daerah terpencil.
Meretas Gelap dengan Panel Surya
Dengan berbagai keterbatasan ini, tidak membuat masyarakat Intan Jaya berputus asa. Lewat Dinas Pertambangan dan Energi, mereka membuat rencana-rencana terkait dengan pengadaan listrik di Intan Jaya, salah satunya adalah panel surya. Panel Surya adalah salah satu cara untuk memanfaatkan energi alternatif berupa sinar matahari dan diubah menjadi energi listrik. Pada siang hari, sistem ini akan mengambil energi dari matahari. Energi berjenis DC ini disimpan dalam media penyimpan biasanya berupa aki (baterai). Aliran DC dari aki akan diubah menjadi AC oleh inventer. Baru setelah itu listrik AC bisa dimanfaatkan untuk menghidupkan tv, charger laptop, hp, dll. Secara sederhana skema Panel Surya sebagai berikut :
Gambar 2. Skema sederhana dari panel surya
Sumber : https://tenagamatahari.wordpress.com

Saya membagi jenis-jenis Panel Surya yang terdapat di Intan Jaya dalam beberapa tipe :
a.      Panel Surya untuk Lampu Penerangan Jalan
Untuk lampu penerangan jalan, sebenarnya sudah terpasang 150 buah dari bandara hingga daerah Mamba. Dengan jenis yang menurut saya lumayan bagus (lampunya LED), pastinya sebuahnya berharga lumayan mahal, ditambah biaya angkut menuju Intan Jaya yang tidak mudah. Sayangnya, masyarakat yang tidak mengerti, banyak yang memotong dan menjual lampu penerangan ini dengan tidak bertanggung jawab. Sehingga saya kira-kira hanya sepertiga ruas jalan yang masih diterangi oleh lampu ini.
Gambar 3. Beginilah kondisi lampu penerang jalannya  (Sumber : Dokumentasi Tim)

b.      Panel Surya untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Tercatat ada tiga Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang ada di Kabupaten Intan Jaya. PLTS terpusat ini berada di Kampung Bilogai, Titigi dan Bilai. Menyusul dibangun di dua distrik lain. Kebetulan waktu itu saya dan teman saya Ryan sempat mengunjungi salah satu PLTS Terpusat yang berada di Desa Bilogai dengan ditemani “jurukunci” dari PLTS tersebut, Pendeta Johanes Abugau.
Gambar 4. Panel Surya yang ada di PLTS Terpusat Bilogai  (Sumber: Dokumentasi Tim)
Gambar 5. Baterai untuk menyimpan energi dari PLTS  (Sumber : Dokumentasi Tim)

Meski sudah ada PLTS terpusat, belum adanya sosialisasi yang diberikan kepada warga membuat terjadi beberapa kerusakan akibat kurang pahamnya warga cara menggunakan PLTS ini. Adanya warga yang menyalakan genset dan aliran dari PLTS membuat kerusakan pada PLTS yang menyebabkan PLTS sempat berhenti beroperasi.

c.       Panel Surya untuk Pemakaian Rumahan
Pemerintah sudah memulai program pembagian panel surya kepada rumah-rumah sehat sejak tahun 2013. Pada pengadaan pertama, tercatat 300 panel surya dibagikan kepada warga di tiga distrik, Agisiga, Hitadipa, dan Sugapa. Pada pengadaan kedua, tercatat 150 panel surya dibagikan kepada warga. Pada pengadaan ketiga tercatat 100 panel surya dibagikan kepada warga di distrik Homeyo, Wandai dan Biandoga. Meski sudah 550 panel listrik sudah dibagikan, perlu diadakan upaya follow up dari program tersebut ataupun maintenance untuk mengecek kondisi panel surya itu oleh pemerintah.
Selain program dari pemerintah, sudah banyak usaha swadaya dari masyarakat yang mengadakan panel surya secara mandiri. Sebut saja masjid, sekolah, gereja, kontraktor, hingga rumah-rumah warga. Mengingat sudah banyaknya masyarakat yang menggunakan Panel Surya, perlu adanya perhatian lebih dari pemerintah untuk memberi mereka edukasi lebih lanjut, terutama tentang pemasangan dan perawatan yang sampai saat ini masih alakadarnya.
Gambar 6. Gambaran kondisi pemasangan panel surya di salah satu perusahaan kontraktor (Sumber : DokumentasiTim)
Panel Surya sesungguhnya adalah solusi praktis dan cepat untuk ketersediaan listrik di Intan Jaya. Mengingat pemasangan dan perawatan yang relatif mudah dan kemampuan untuk dirakit di daerah terpencil membuat panel surya lebih mudah untuk didistribusikan di daerah terpencil di Intan Jaya. Tetapi mengingat umurnya yang tidak begitu lama dan harganya yang lumayan mahal, perlu dipikirkan sumber listrik yang lebih permanen untuk daerah ini.
Meretas Gelap dengan Genset
Salah satu cara lain yang sering digunakan adalah dengan menggunakan mesin genset. Mesin ini adalah mesin yang mengubah energi kimia (dari bahan bakar) menjadi energi listrik. Genset ini lumayan praktis, hanya dengan mengisi bahan bakar (bisa bensin atau solar, tergantung jenis gensetnya) maka listrik berkapasitas lumayan besar akan didapat. Permasalahannya adalah, harga dari bahan bakar itu sendiri yang terhitung mahal, hinggal 50.000 rupiah perliternya. Ada dua jenis genset yang dipakai di Intan Jaya, dibagi berdasarkan kapasitas.
a.      Genset berkapasitas kecil – rumahan
Genset ini adalah genset yang hanya mampu mengalirkan listrik dalam skala rumahan. Penginapan Tim KKN termasuk yang menggunakan genset berbahan bakar solar. Genset di tempat KKN kami hanya dihidupkan rata-rata dari jam 5 sore hingga 10 malam, itu saja sudah menghabiskan hampir 5 liter solar, setara 250 ribu!
b.      Genset berkapasitas besar
Genset berkapasitas besar ini lebih tepatnya PLTD (Pembangkit Listrik Tenaga Diesel). Pembangkit listrik ini secara sederhana bisa dibilang genset berukuran besar. PLTD berlokasi di depan penginapan kami. Sayangya belum bisa dioperasikan karena instalasi tiang dan jaringan listriknya belum selesai. Rencananya listrik dari PLTD ini hanya digunakan untuk perkantoran yang berada di Intan Jaya, kerena penggunaannya akan berbayar.

Meretas Gelap dengan Mikrohidro
Salah satu alternatif permanen yang bisa untuk memberikan listrik pada seluruh kabupaten ini adalah dengan mikrohidro. Mikrohidro adalah sistem yang memanfaatkan energi gerak dari air (biasnaya di sungai derasi atau air terjun) untuk diubah menjadi energi listrik. PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro) di Intan Jaya saat ini sedang dalam tahap penjajakan dan analisis oleh kontraktor. Dinas Pertambangan dan Energi sudah berusaha memberikan proposalnya ke kementerian-kementerian terkait. Total anggaran yang dibutuhkan mencapai 150 Milyar. Pembangunan di kabupaten ini menjadi serba mahal karena menggunakan pesawat dan helikopter untuk mengangkut segala macam peralatan yang dibutuhkan. Kebetulan saya bersama teman saya, Ryan, Echi dan Rhara sempat mensurvei lokasi dari pembangunan Mikrohidro ini. Lokasinya yang berada di dalam hutan, melewati banyak tebing dan bukit, membuat jalan menuju lokasi lumayan sulit dan menantang.

Gambar 7. Rencana lokasi pembangunan Mikrohidro  (Sumber : Dokumentasi Tim)

Setitik Cahaya
Semua usaha diatas adalah bentuk ikhtiar bersama untuk menghadirkan listrik di tengah masyarakat. Listrik ini menjadi salah satu kebutuhan penting, kenapa? karena dengan rasio elektrifikasi (keteraliran listrik) yang semakin tinggi, maka taraf hidup dan daya saing masyarakat akan semakin tinggi.  Bayangkan betapa mudahnya anak-anak belajar di malam hari, mengakses komputer di siang hari jika listrik sudah ada. Bayangkan betapa mudahnya dokter yang mengobati pasien di malam hari, yang menyalakan peralatan medis disiang hari jika ada listrik. Bayangkan betapa mudahnya pegawai kantor mengetik, mengeprint, menggandakan laporan jika sudah ada listrik. Bayangkan betapa mudahnya toko-toko berjualan, lampu, hingga mesin fotokopi jika ada listrik. Bayangkan betapa mudahnya kontraktor bekerja, mengelas, memnyolder, jika ada listrik.

Banyak potensi alam di Kabupaten Intan Jaya yang layak untuk dikembangkan lebih lanjut. Misalnya potensi mikrohidro pada sungai sungai di kabupaten ini. Tetapi tidak lupa dengan faktor edukasi dari masyarakat yang harus terus ditingkatkan masalah pentingnya dan cara merawat sumber-sumbe listrik yang sudah ada. Listrik akan menjadi setitik cahaya untuk menerangi Intan Jaya dari gelapnya kemiskinan, keterbelakangan dan akses yang buruk. Listrik akan menebar cahaya kehidupan dan kesejahteraan bagi masyakarat Intan Jaya. Semoga titik cahaya di langit malam Sugapa semakin terang.

Share this:

CONVERSATION

0 comments:

Post a Comment